SEJARAH FONOLOGI
Sejarah
fonologi dapat dilacak melalui riwayat pemakaian istilah fonem dari waktu
kewaktu. Pada siding masyarakat linguistic Paris , 24 Mei 1873, Dufrice
Desgenettes mengusulkan nama fonem , sebagai padanan kata Bjm Sprachault.
Ferdinand De Saussure dalam bukunya “ Memorie sur Le Systeme Primitif Des
Voyelles dan Les Langues Indo-Europeennes” memori tentang system awal vocal
bahasa-bahasa indo Eropa yang terbit pada tahun 1878, mendefinisikan fonem
sebagai prototip unik dan hipotetik yang berasal dari bermacam bunyi dalam
bahasa-bahasa anggotanya.Gambaran mengenai perkembangan fonologi dari waktu ke
waktu dapat dilihat dari berbagai aliran dalam fonologi:
a.
Aliran Kazan
Tokoh
Mikolaj Kreszewski, aliran ini mendefinisikan fonem sebagai satuan fonetis yang
tak terbagi yang tidak sama dengan antropofonik yang merupakan kekhasan tiap
individu.tokoh utama aliran kazan adalah Baudoin de Courtenay (1895). Menurut
linguis ini, bunyi-bunyi yangsecara fonetis berlainan disebut alternant. Yang
berkerabat secara histiris dan etimologis. Jadi, meskipun dilafalkan berbeda,
bunyi-bunyi itu berasal dari satu bentuk yang sama. Ferdinand de Saussure,
dalam bukunya “course de linguistique Generale” kuliah lingistik umum’,
Saussure mendefinisikan fonologi sebagai studi tentang bunyi-bunyi bahasa
manusia.
Dari
definisi tersebut tercermin bahwa bunyi bahasa yang dimaksud olehnya hanyalah
unsure-unsure yang terdengar berbeda oleh telinga dan yang mampu menghasilkan
satuan-satuan akustik yang tidak terbatas dalam rangkaian ujaran. Jadi, dapat
dikatakan bahwa Saussure menggunakan criteria yang semata-mata fonetis untuk
menggambarkan fonem dan menempatkannya hanya pada poros sintagmatik. Lalu
Saussure mengoreksinya dan mengatakan bahwa pada sebuah kata yang penting bukanlah
bunyi melainkan perbedaan fonisnya yang mampu membedakan kata itu dengan yang
lain.
b.
Aliran Praha
Kelahiran fonologi ditandai dengan “ Proposition 22”
‘Usulan 22’ yang diajukan oleh R. Jakubson, S.Karczewski dan N. Trubetzkoy pada
kongres Internasional 1 para linguistic La Haye, April 1928. Pada 1932 Jakob
Son mendefinisikan fonem sebagai sejumlah ciri fonis yang mampu membedakan
bunyi bahasa tertentu dari yang lain, sebagai cara untuk membedakan makna kata.
Jadi konsep fonen merupakan sejumlah ciri pembeda (ciri distingtif).
c.
Aliran Amerika
Tokoh aliran
ini adalah Edward Sapir (1925),seorang ednolog dan linguis yang terutama
meneliti bahasa-bahasa Indian Amerika. Menurutnya, system fonologi bersifat
fungsional. Kiprah sapir diteruskan oleh penerusnya dari Yale, Leonard
Bloomfield, yang karyanya “ language” menjadikan dirinya bapak linguis Amerika
selam 25 tahun. Pada buku itu Boomfield menjelaskan banyak hal tentang
definisi-definisi mutakhir tentang fonem, istilah cirri pembeda, zona
penyebaran fonem, criteria dalam menentukan oposisi fonologis dan lain-lain.
Sifat
Behaviouris dan anti mentalis Bloomfield mengantarkannya pada konsepsi tentang
komunikasi sebagai perilaku di mana setiap stimulus(ujaran penutur) memunculkan
reaksi mitra tutur. Menurutnya, yang penting dalam bahasa adalah fungsinya
untuk munghubungkan stimulus penutur dengan reaksi mitra tutur. Agar fungsi itu
terpenuhi, pada tataran bunyi kiranya jika setiap fonem berbeda dengan yang
lainnya. Sehingga zona penyebaran fonem dan sifat akuistiknya bukanlah sesuatu
yang penting.
Pada tataran
fonologi umum, Pionir fonologi Amerika lainnya, W. F Twaddell pada 1935
menerbitkan monografi. Di dalamnya Twaddell menegaskan bahwa satuan-satuan
fonologis bersifat relasional. Daniel Conesdan aliran fonetik Inggris sejak
1907 Daniel Jones mengajar fonetik di university of London. Setelah itu, ia
lebih banyak menggeluti praktek fonologi di Inggris. Kegiatannya dijurusan
fonetik di university of college lebih di fokuskan pada transkripsi fonetis dan
pegajaran, pelafalan bahasa dunia.
Terinspirasi
oleh Baudoin de Courtenay, yang memakai fonem sebagai realitas Psikofonetis,
Jones menggambarkan fonem sebagai realitas mental. Maksunya , dalam studi
tentang sifat alamiah fonem, kita juga dapat menggunakan baik intuisi, rasa
bahasa maupun cara-cara lain yang bersifat psikologis. Hal ini menunjukkan
bahwa Jones lebih suka pada sifat fonem, alih-alih fungsinya. Dengan sudut
pandang seperti itu sebenarnya Jones sudah memasuki daerah kerja fonologi,
dalam analisisnya ia memasukkan data fonologi tertentu, namun dengan
menyingkirkan sudut pandang fonologis.
No comments:
Post a Comment