Tuesday, October 11, 2016

SEJARAH FONOLOGI

SEJARAH FONOLOGI
Sejarah fonologi dapat dilacak melalui riwayat pemakaian istilah fonem dari waktu kewaktu. Pada siding masyarakat linguistic Paris , 24 Mei 1873, Dufrice Desgenettes mengusulkan nama fonem , sebagai padanan kata Bjm Sprachault. Ferdinand De Saussure dalam bukunya “ Memorie sur Le Systeme Primitif Des Voyelles dan Les Langues Indo-Europeennes” memori tentang system awal vocal bahasa-bahasa indo Eropa yang terbit pada tahun 1878, mendefinisikan fonem sebagai prototip unik dan hipotetik yang berasal dari bermacam bunyi dalam bahasa-bahasa anggotanya.Gambaran mengenai perkembangan fonologi dari waktu ke waktu dapat dilihat dari berbagai aliran dalam fonologi:
a.       Aliran Kazan
Tokoh Mikolaj Kreszewski, aliran ini mendefinisikan fonem sebagai satuan fonetis yang tak terbagi yang tidak sama dengan antropofonik yang merupakan kekhasan tiap individu.tokoh utama aliran kazan adalah Baudoin de Courtenay (1895). Menurut linguis ini, bunyi-bunyi yangsecara fonetis berlainan disebut alternant. Yang berkerabat secara histiris dan etimologis. Jadi, meskipun dilafalkan berbeda, bunyi-bunyi itu berasal dari satu bentuk yang sama. Ferdinand de Saussure, dalam bukunya “course de linguistique Generale” kuliah lingistik umum’, Saussure mendefinisikan fonologi sebagai studi tentang bunyi-bunyi bahasa manusia.
Dari definisi tersebut tercermin bahwa bunyi bahasa yang dimaksud olehnya hanyalah unsure-unsure yang terdengar berbeda oleh telinga dan yang mampu menghasilkan satuan-satuan akustik yang tidak terbatas dalam rangkaian ujaran. Jadi, dapat dikatakan bahwa Saussure menggunakan criteria yang semata-mata fonetis untuk menggambarkan fonem dan menempatkannya hanya pada poros sintagmatik. Lalu Saussure mengoreksinya dan mengatakan bahwa pada sebuah kata yang penting bukanlah bunyi melainkan perbedaan fonisnya yang mampu membedakan kata itu dengan yang lain.
b.      Aliran Praha
Kelahiran fonologi ditandai dengan “ Proposition 22” ‘Usulan 22’ yang diajukan oleh R. Jakubson, S.Karczewski dan N. Trubetzkoy pada kongres Internasional 1 para linguistic La Haye, April 1928. Pada 1932 Jakob Son mendefinisikan fonem sebagai sejumlah ciri fonis yang mampu membedakan bunyi bahasa tertentu dari yang lain, sebagai cara untuk membedakan makna kata. Jadi konsep fonen merupakan sejumlah ciri pembeda (ciri distingtif).
c.       Aliran Amerika
Tokoh aliran ini adalah Edward Sapir (1925),seorang ednolog dan linguis yang terutama meneliti bahasa-bahasa Indian Amerika. Menurutnya, system fonologi bersifat fungsional. Kiprah sapir diteruskan oleh penerusnya dari Yale, Leonard Bloomfield, yang karyanya “ language” menjadikan dirinya bapak linguis Amerika selam 25 tahun. Pada buku itu Boomfield menjelaskan banyak hal tentang definisi-definisi mutakhir tentang fonem, istilah cirri pembeda, zona penyebaran fonem, criteria dalam menentukan oposisi fonologis dan lain-lain.
Sifat Behaviouris dan anti mentalis Bloomfield mengantarkannya pada konsepsi tentang komunikasi sebagai perilaku di mana setiap stimulus(ujaran penutur) memunculkan reaksi mitra tutur. Menurutnya, yang penting dalam bahasa adalah fungsinya untuk munghubungkan stimulus penutur dengan reaksi mitra tutur. Agar fungsi itu terpenuhi, pada tataran bunyi kiranya jika setiap fonem berbeda dengan yang lainnya. Sehingga zona penyebaran fonem dan sifat akuistiknya bukanlah sesuatu yang penting.
Pada tataran fonologi umum, Pionir fonologi Amerika lainnya, W. F Twaddell pada 1935 menerbitkan monografi. Di dalamnya Twaddell menegaskan bahwa satuan-satuan fonologis bersifat relasional. Daniel Conesdan aliran fonetik Inggris sejak 1907 Daniel Jones mengajar fonetik di university of London. Setelah itu, ia lebih banyak menggeluti praktek fonologi di Inggris. Kegiatannya dijurusan fonetik di university of college lebih di fokuskan pada transkripsi fonetis dan pegajaran, pelafalan bahasa dunia.
Terinspirasi oleh Baudoin de Courtenay, yang memakai fonem sebagai realitas Psikofonetis, Jones menggambarkan fonem sebagai realitas mental. Maksunya , dalam studi tentang sifat alamiah fonem, kita juga dapat menggunakan baik intuisi, rasa bahasa maupun cara-cara lain yang bersifat psikologis. Hal ini menunjukkan bahwa Jones lebih suka pada sifat fonem, alih-alih fungsinya. Dengan sudut pandang seperti itu sebenarnya Jones sudah memasuki daerah kerja fonologi, dalam analisisnya ia memasukkan data fonologi tertentu, namun dengan menyingkirkan sudut pandang fonologis.


No comments:

Post a Comment