Sunday, October 16, 2016
Tuesday, October 11, 2016
SEJARAH FONOLOGI
SEJARAH FONOLOGI
Sejarah
fonologi dapat dilacak melalui riwayat pemakaian istilah fonem dari waktu
kewaktu. Pada siding masyarakat linguistic Paris , 24 Mei 1873, Dufrice
Desgenettes mengusulkan nama fonem , sebagai padanan kata Bjm Sprachault.
Ferdinand De Saussure dalam bukunya “ Memorie sur Le Systeme Primitif Des
Voyelles dan Les Langues Indo-Europeennes” memori tentang system awal vocal
bahasa-bahasa indo Eropa yang terbit pada tahun 1878, mendefinisikan fonem
sebagai prototip unik dan hipotetik yang berasal dari bermacam bunyi dalam
bahasa-bahasa anggotanya.Gambaran mengenai perkembangan fonologi dari waktu ke
waktu dapat dilihat dari berbagai aliran dalam fonologi:
a.
Aliran Kazan
Tokoh
Mikolaj Kreszewski, aliran ini mendefinisikan fonem sebagai satuan fonetis yang
tak terbagi yang tidak sama dengan antropofonik yang merupakan kekhasan tiap
individu.tokoh utama aliran kazan adalah Baudoin de Courtenay (1895). Menurut
linguis ini, bunyi-bunyi yangsecara fonetis berlainan disebut alternant. Yang
berkerabat secara histiris dan etimologis. Jadi, meskipun dilafalkan berbeda,
bunyi-bunyi itu berasal dari satu bentuk yang sama. Ferdinand de Saussure,
dalam bukunya “course de linguistique Generale” kuliah lingistik umum’,
Saussure mendefinisikan fonologi sebagai studi tentang bunyi-bunyi bahasa
manusia.
Dari
definisi tersebut tercermin bahwa bunyi bahasa yang dimaksud olehnya hanyalah
unsure-unsure yang terdengar berbeda oleh telinga dan yang mampu menghasilkan
satuan-satuan akustik yang tidak terbatas dalam rangkaian ujaran. Jadi, dapat
dikatakan bahwa Saussure menggunakan criteria yang semata-mata fonetis untuk
menggambarkan fonem dan menempatkannya hanya pada poros sintagmatik. Lalu
Saussure mengoreksinya dan mengatakan bahwa pada sebuah kata yang penting bukanlah
bunyi melainkan perbedaan fonisnya yang mampu membedakan kata itu dengan yang
lain.
b.
Aliran Praha
Kelahiran fonologi ditandai dengan “ Proposition 22”
‘Usulan 22’ yang diajukan oleh R. Jakubson, S.Karczewski dan N. Trubetzkoy pada
kongres Internasional 1 para linguistic La Haye, April 1928. Pada 1932 Jakob
Son mendefinisikan fonem sebagai sejumlah ciri fonis yang mampu membedakan
bunyi bahasa tertentu dari yang lain, sebagai cara untuk membedakan makna kata.
Jadi konsep fonen merupakan sejumlah ciri pembeda (ciri distingtif).
c.
Aliran Amerika
Tokoh aliran
ini adalah Edward Sapir (1925),seorang ednolog dan linguis yang terutama
meneliti bahasa-bahasa Indian Amerika. Menurutnya, system fonologi bersifat
fungsional. Kiprah sapir diteruskan oleh penerusnya dari Yale, Leonard
Bloomfield, yang karyanya “ language” menjadikan dirinya bapak linguis Amerika
selam 25 tahun. Pada buku itu Boomfield menjelaskan banyak hal tentang
definisi-definisi mutakhir tentang fonem, istilah cirri pembeda, zona
penyebaran fonem, criteria dalam menentukan oposisi fonologis dan lain-lain.
Sifat
Behaviouris dan anti mentalis Bloomfield mengantarkannya pada konsepsi tentang
komunikasi sebagai perilaku di mana setiap stimulus(ujaran penutur) memunculkan
reaksi mitra tutur. Menurutnya, yang penting dalam bahasa adalah fungsinya
untuk munghubungkan stimulus penutur dengan reaksi mitra tutur. Agar fungsi itu
terpenuhi, pada tataran bunyi kiranya jika setiap fonem berbeda dengan yang
lainnya. Sehingga zona penyebaran fonem dan sifat akuistiknya bukanlah sesuatu
yang penting.
Pada tataran
fonologi umum, Pionir fonologi Amerika lainnya, W. F Twaddell pada 1935
menerbitkan monografi. Di dalamnya Twaddell menegaskan bahwa satuan-satuan
fonologis bersifat relasional. Daniel Conesdan aliran fonetik Inggris sejak
1907 Daniel Jones mengajar fonetik di university of London. Setelah itu, ia
lebih banyak menggeluti praktek fonologi di Inggris. Kegiatannya dijurusan
fonetik di university of college lebih di fokuskan pada transkripsi fonetis dan
pegajaran, pelafalan bahasa dunia.
Terinspirasi
oleh Baudoin de Courtenay, yang memakai fonem sebagai realitas Psikofonetis,
Jones menggambarkan fonem sebagai realitas mental. Maksunya , dalam studi
tentang sifat alamiah fonem, kita juga dapat menggunakan baik intuisi, rasa
bahasa maupun cara-cara lain yang bersifat psikologis. Hal ini menunjukkan
bahwa Jones lebih suka pada sifat fonem, alih-alih fungsinya. Dengan sudut
pandang seperti itu sebenarnya Jones sudah memasuki daerah kerja fonologi,
dalam analisisnya ia memasukkan data fonologi tertentu, namun dengan
menyingkirkan sudut pandang fonologis.
Perkembangan Fonologi
PERKEMBANGAN FONOLOGI
Tahun 1960
an sampai 1970 an menandai dimulainya kajian-kajian empiris tentang bahasa
Indonesia mapun bahasa lain. Contoh karya-karya yang muncul antara lain:
- Artikel tentang fonologibahasa jawa dan system
fonem dan ejaan(1960) oleh Syamsuri. Ciri-ciri penelitian pada saat itu
adalah dipengaruhi oleh gerakan deskriptifisme,menganut aliran neo
Bloomfieldian dan bersifat behafioristik, ketat dalam metodologi dan
menganut bahasa lisan menjadi objek utama.
- Lalu pada tahun 1970 an masuk konsep fonem dan
wawasan tentang unsure suprasegmental oleh Amran Halim, dan Hanslapoliwa
dengan fonologi generatifnya. Namun, untuk mengetahui perkembangan
mutakhir linguistic Indonesia saat ini diperlukan survey yang lebih
mendalam.
a.
Pengertian fonologi
Menurut
Kridalaksana(2002) dalam kamus linguistic, fonologi adalah bidang dalam
linguistic yang menyelidiki bunyi-bunyi bahasa menurut fungsinya. Fonologi
adalah bagian tata bahasa atau bidang ilmu bahasa yang menganalisis bunyi
bahasa secara umum. Istilah fonologi ini berasal dari gabungan dua kata Yunani
yaitu phone yang berati bunyi dan logos yang berarti tatanan, kata atau ilmu
disebut juga tata bunyi. Akan tetapi,bunyi yang dipelajari dalam fonologi bukan
bunyi sembarang bunyi, melainkan bunyi bahasa yang dapat membedakan arti dalam
bahasa lisan atau pun tulis yang digunakan oleh manusia. Bunyi yang dipelajari
dalam fonologi kita disebut dengan istilah fonem.
Fonem tidak
memiliki makna, tapi peranannya dalam bahasa sangat penting karena fonem dapat
membedakan makna. Misalnya saja fonem (L) dengan (R). jika kedua fonem berdiri
sendiri, pasti kita tidak dapat menagkap makna. Akan tetapi lain halnya jika
kedua fonem tersebut kita gabungkan dengan fonem lainnya seperti fonem (M),
(A), Dan (H), maka fonem (L) dan (R) bisa membentuk makna /marah/ dan /malah/.
Bagi orang Jepang kata marah dan malah mungkin mereka anggap sama karena dalam
bahasa mereka tidak ada fonem (L) oleh karena itulah sangat penting bagi kita
untuk mempelajari fonologi.
Fonem dalam
bahasa Indonesia terdiri atas empat macam.ada fonem yang benar-benar asli dari
bahaasa Indonesia dan ada fonem yang berasal dari berbagai bahasa lainnamun
penggunaannya sudah dibakukan. Menurut hierarki satuan bunyi, yang menjadi
objek studinya, fonologi dibedakan menjadi fonetik dan fonemik. Secara umum
fonetik biasanya dijelaskan sebagai cabang studi fonologi yang mempelajari
bunyibahasa tanpa memperhatikan apakah bunyi-bunyi tersebut mempunyai fungsi
sebagai pembeda makna atau tidak. Sedangkan fonemik adalah cabang studi
fonologi yang mempelajari bunyi bahasa dengan memperhatikan fungsi bunyi
tersebut sebagai pembeda makna.
Marilah kita lihat percakapan ini:
Orang I : apakah tugasmu hari ini?
Orang II: membuat resensi buku
Orang I : resensi buku? Buku siapa?
Orang II: ah, buku dalam bahasa arab
Orang I : dalam bahasa arab?
Orang II: ya, kita kan mahasiswa
bahasa arab.
Dari
percakapan sependek ini kita hanya mendengar deretan bunyi baik yang
dikeluarkan oleh orang I maupun orang II. Bunyi-bunyi ini disebut, bunyi bahasa
yang kebetulan kita mengerti, karena kita adalah penutur bahasa Indonesia.
Seandainya ada orang Jerman yang kebetulan mendengar percakapan ini , pasti dia
tidak mengerti bahasa Indonesia. Ilmu yang mempelajari bunyi-bunyi bahasa
tertentu menurut fungsinya, untuk membedakan makna leksikal disebut fonologi
(PHONOLOGY). Di Amerika istilah fonologi disebut fonemik(PHONEMICS) sedangkan
di Eropa disamping fonemik terdapat pula fonetik . jadi baik fonetik maupun
fonemik di bicarakan dalam satu tataran yang disebut fonologi.
KEDUDUKAN FONOLOGI DALAM CABANG-CABANG LINGUISTIK
KEDUDUKAN
FONOLOGI DALAM CABANG-CABANG LINGUISTIK
Sebagai
bidang yang berkonsentrasi dalam deskripsi dan analisis bunyi-bunyi, hasil
kerja fonologi berguna bahkan sering dimanfaaatkan oleh cabang-cabang
linguistic yang lain. Misalnya morfologi, sintaksis, dan semantic.
1)
Fonologi dalam cabang Morfologi
Bidang
morfologi yang konsentrasinya pada tataran struktur internal kata sering
memanfaatkan hasil studi fonologi, misalnya ketika menjelaskan morfem dasar
(butuh)diucapkan secara bervariasi antara (butuh) dan (butuh) serta diucapkan
(butuhkan) setelah mendapat proses morfologis dengan penambahan morfem sufiks
(-kan).
2)
Fonologi dalam Cabang Sintaksis
Bidang
sintaksis yang berkonsentrasi pada tataran kalimat, ketika berhadapan dengan
kalimat kamu berdiri . (kalimat berita), kamu berdiri? (kata Tanya), dan
kamu berdiri!(kalimat perintah) ketiga kalimat tersebut masih –masing terdiri
dari dua kata yang sama tetapi mempunyai maksud yang berbeda. Perbedaan
tersebut dapat dijelaskan dengan memanfaatkan hasil analisis fonologis, yaitu
tentang intonasi, jeda, dan tekanan pada kalimat yang ternyata dapat membedakan
maksud kalimat, terutama dalam bahasa Indonesia.
3)
Fonologi Dalam Cabang Semantik
Bidang
semantic, yang berkonsentrasi pada persoalan makna kata pun memanfaatkan hasil
telaah fonologi. Misalnya dalam mengucapkan sebuah kata dapatdivariasikan, dan
tidak . contoh: kata (tahu), (tau), (teras) dan (tEras) akan bermakna lain.
Sedangkan kata duduk dan didik ketika diucapkan secara bervariasi
(dudu?),(dudu?), (didi?), (didi?) tidak membedakan makna. Hasil analisis
fonologislah yang membantunya.
KAJIAN DAN GEJALA FONOLOGI
KAJIAN DAN GEJALA FONOLOGI
A. Fonemik
Istilah fonem dapat didefinisikan sebagai satuan bahasa terkecil yang
bersifat fungsional, artinya satuan fonem memiliki fungsi untuk membedakan
makna. Fonem juga dapat dibatasi sebagai unit bunyi yang bersifat distingtif
atau unit bunyi yang signifikan.
Dalam hal ini perlu adanya fonemisasi yang ditujukan untuk menemukan
bunyi-bunyi yang berfungsi dalam rangka pembedaan makna tersebut. Dengan
demikian fonemisasi itu bertujuan untuk (1) menentukan struktur fonemis sebuah
bahasa, dan (2) membuat ortografi yang praktis atau ejaan sebuah bahasa.
Untuk mengenal dan menentukan bunyi-bunyi bahasa yang bersifat fungsional
atau fonem, biasanya dilakukan melalui “ kontras pasangan minimal”. Dalam hal
ini pasangan minimal ialah pasangan bentuk-bentuk bahasa yang terkecil dan
bermakna dalam sebuah bahasa (biasanya berupa kata tunggal) yang secara ideal
sama, kecuali satu bunyi berbeda.
Sekurang-kurangnya ada empat premis untuk mengenali sebuah fonem, yakni (1)
bunyi bahasa dipengaruhi lingkungannya, (2) bunyi bahasa itu simetris, (3)
bunyi bahasa yang secara fonetis mirip, harus digolongkan ke dalam kelas fonem
yang berbeda, dan (4) bunyi bahasa yang bersifat komplementer harus dimasukkan
ke dalam kelas fonem yang sama.
a. Realisasi
Fonem
Realisasi
fonem adalah pengungkapan yang sebenarnya dari ciri atau satuan fonologis,
yakni fonem menjadi bunyi bahasa. Realisasi fonem erat kaitannya dengan
variasi fonem. Variasi fonem merupakan salah satu wujud pengungkapan dari
realisasi fonem. Secara segmental fonem bahasa Indonesia dibedakan atas vokal
dan konsonan.
b. Variasi
Fonem
Variasi
fonem adalah wujud pelbagai manifestasi bersyarat maupun tak bersyarat dari
fonem. Ujud variasi suatu fonem yang ditentukan oleh lingkungannya dalam
distribusi yang komplementer disebut varian alofonis atau alofon.
B. Gejala
Fonologi Bahasa Indonesia
a.
Penambahan Fonem
Penambahan fonem pada suatu kata pada umumnya berupa penambahan bunyi
vokal. Penambahan ini dilakukan untuk kelancaran ucapan.
b.
Penghilangan Fonem
Penghilangan fonem adalah hilangnya bunyi atau fonem pada awal, tengah dan
akhir sebuah kata tanpa mengubah makna. Penghilangan ini biasanya berupa
pemendekan kata.
c. Perubahan
Fonem
Perubahan fonem adalah berubahnya bunyi atau fonem pada sebuah kata
agar kata menjadi terdengar dengan jelas atau untuk tujuan tertentu.
d. Kontraksi
Kontraksi adalah gejala yang memperlihatkan adanya satu atau lebih fonem
yang dihilangkan. Kadang-kadang ada perubahan atau penggantian fonem.
e. Analogi
Analogi adalah pembentukan suatu kata baru berdasarkan suatu contoh yang
sudah ada (Keraf, 1987:133).
f. Fonem
Suprasegmental
- Fonem
vokal dan konsonan merupakan fonem segmental karena dapat diruas-ruas.
Fonem tersebut biasanya terwujud bersama-sama dengan ciri suprasegmental
seperti tekanan, jangka dan nada. Di samping ketiga ciri itu, pada untaian
terdengar pula ciri suprasegmental lain, yakni intonasi dan ritme.
- Jangka,
yaitu panjang pendeknya bunyi yang diucapkan. Tanda […]
- Tekanan,
yaitu penonjolan suku kata dengan memperpanjang pengucapan, meninggikan
nada dan memperbesar intensitas tenaga dalam pengucapan suku kata
tersebut.
- Jeda
atau sendi, yaitu ciri berhentinya pengucapan bunyi.
- Intonasi,
adalah ciri suprasegmental yang berhubungan dengan naik turunnya nada
dalam pelafalan kalimat.
- Ritme,
adalah cirri suprasegmental yang br\erhubungan dengan pola pemberian
tekanan pada kata dalam kalimat.
Pada tataran kata, tekanan, jangka, dan nada dalam bahasa Indonesia tidak
membedakan makna. Namun, pelafalan kata yang menyimpang dalam hal tekanan, dan
nada kan terasa janggal.
Kajian Fonetik
Kajian Fonetik
a.
Klasifikasi Bunyi
1) Berdasarkan ada tidaknya rintangan terhadap arus udara dalam saluran
suara.
a) Vokal adalah
bunyi bahasa yang arus udaranya tidak mengalami rintangan. Pada pembentukan
vokal tidak ada artikulasi.
b) Konsonan
adalah bunyi bahasa yang dibentuk dengan menghambat arus udara pada sebagian
alat ucap. Dalam hal ini terjadi artikulasi.
c) Bunyi
semi-vokal adalah bunyi yang secara praktis termasuk konsonan, tetapi karena
pada waktu diartikulasikan belum membentuk konsonan murni.
2) Berdasarkan jalan keluarnya arus udara.
a) Bunyi nasal,
yaitu bunyi yang dihasilkan dengan menutup arus udara ke luar melalui
rongga mulut dan membuka jalan agar arus udara dapat keluar melalui rongga
hidung.
b) Bunyi oral,
yaitu bunyi yang dihasilkan dengan jalan mengangkat ujung anak tekak mendekati
langit-langit lunak untuk menutupi rongga hidung, sehingga arus udara keluar
melalui mulut.
3) Berdasarkan ada tidaknya ketegangan arus udara saat bunyi di
artikulasikan.
a) Bunyi keras
(fortis), yaitu bunyi bahasa yang pada waktu diartikulasikan disertai
ketegangan kuat arus.
b) Bunyi lunak
(lenis), yaitu bunyi yang pada waktu diartikulasikan tidak disertai ketegangan
kuat arus.
4) Berdasarkan lamanya bunyi pada waktu diucapkan atau diartikulasikan
a) Bunyi
panjang
b) Bunyi pendek
5) Berdasarkan derajat kenyaringannya
Bunyi dibedakan menjadi bunyi nyaring dan bunyi tak
nyaring. Derajat kenyaringan ditentukan oleh luas atau besarnya ruang resonansi
pada waktu bunyi diucapkan. Makin luas ruang resonansi saluran bicara waktu membentuk
bunti, makin tinggi derajat kenyaringannya. Begitu pula sebaliknya.
6) Berdasarkan perwujudannya dalam suku kata
a) Bunyi
tunggal, yaitu bunyi yang berdiri sendiri dalam satu suku kata (semua bunyi
vokal atau monoftong dan konsonan).
b) Bunyi
rangkap, yaitu dua bunyi atau lebih yang terdapat dalam satu suku kata. Bunyi
rangkap terdiri dari
c) Diftong
(vokal rangkap) : [ai], [au] dan [oi].
d) Klaster
(gugus konsonan) : [pr], [kr], [tr] dan [bl].
7) Berdasarkan arus udara
a) Bunyi
egresif, yaitu bunyi yang dibentuk dengan cara mengeluarkan arus udara dari
dalam paru-paru. Bunyi egresif dibedakan menjadi :
a.1 Bunyi
egresif pulmonik : dibentuk dengan mengecilkan ruang paru-paru,otot perut dan
rongga dada.
a.2 Bunyi
egresif glotalik : terbentuk dengan cara merapatkan pita suara sehingga glotis
dalam keadaan tertutup.
b) Bunyi
ingresif, yaitu bunyi yang dibentuk dengan cara menghisap udara ke dalam
paru-paru.
b.1 Ingresif
glotalik : pembentukannya sama dengan egresif glotalik tetapi berbeda pada arus
udara.
b.2 Ingresif
velarik : dibentuk dengan menaikkan pangkal lidah ditempatkan pada
langit-langit lunak.
Kebanyakan bunyi bahasa Indonesia merupakan bunyi egresif.
b.
Pembentukan Vokal, Konsonan, Diftong, dan Kluster
1) Pembentukan Vokal
Vokal dibedakan berdasarkan tinggi rendahnya lidah,
bagian lidah yang bergerak, bentuk bibir, dan strikturnya. Berikut ini
jenis-jenis vokal berdasarkan cara pembentukannya, yakni:
a) Berdasarkan
bentuk bibir : vokal bulat, vokal netral, dan vokal tak bulat;
b) Berdasarkan
tinggi rendahnya lidah : vokal tinggi, vokal madya (sedang), dan vokal rendah;
c) Berdasarkan
bagian lidah yang bergerak : vokal depan, vokal tengah, dan vokal belakang;
d) Berdasarkan
strikturnya : vokal tertutup, vokal semi-tertutup, vokal semi-terbuka, dan
vokal terbuka.
2) Pembentukan Konsonan
Pembentukan konsonan didasarkan pada empat faktor,
yakni daerah srtikulasi, cara artikulasi, keadaan pita suara, dan jalan
keluarnya udara. Berikut ini klasifikasi konsonan tersebut:
a) Berdasarkan
daerah artikulasi : konsonan bilabial, labio dental, apikodental,
apikoalveolar, palatal, velar, glotal, dan laringal;
b) Berdasarkan
cara artikulasi : konsonan hambat, frikatif, getar, lateral, nasal, dan
semi-vokal;
c) Berdasarkan
keadaan pita suara : konsonan bersuara dan konsonan tak bersuara;
d) Berdasarkan
jalan keluarnya udara : konsonan oral dan konsonan nasal.
3) Pembentukan Diftong
Diftong adalah dua buah vokal yang berdiri bersama dan
pada saat diucapkan berubah kualitasnya. Perbedaan vokal dengan diftong adalah
terletak pada cara hembusan nafasnya.
Diftong dalam bahasa indonesia adalah sebagai berikut:
a) Diftong
/au/, pengucapannya [aw]. Contohnya :
[harimaw] /harimau/
[kerbaw] /kerbau/
b) Diftong
/ai/, pengucapannya [ay]. Contohnya :
[santay] /santai/
[sungay] /sungai/
c) Diftong
/oi/, pengucapannya [oy]. Contohnya :
[amboy] /amboi/
[asoy] /asoi/
4) Pembentukan Kluster
Gugus atau kluster adalah deretan konsonan yang terdapat bersama pada satu
suku kata.
a) Gugus
konsonan pertama : /p/,/b/,/t/,/k/,/g/,/s/ dan /d/.
b) Gugus
konsonan kedua : /l/,/r/ dan /w/.
c) Gugus
konsonan ketiga : /s/,/m/,/n/ dan /k/.
d) Gugus
konsonan keduanya adalah konsonan lateral /l/, misalnya :
(1) /pl/ [pleno] /pleno/
(2) /bl/ [blaƞko] /blangko/
(3) dan begitu seterusnya hingga konsonan kedua /r/
dan /w/.
e) Jika tiga konsonan berderet, maka konsonan pertama selalu /s/, yang
kedua /t/,/p/ dan /k/ dan yang ketiga adalah /r/ atau /l/. Contohnya :
(1) /spr/ [sprey] /sprei
(2) /skr/ [skripsi] /skripsi/
(3) /skl/ [sklerosis] /sklerosis/
HAL-HAL TERKAIT FONOLOGI
HAL-HAL
TERKAIT FONOLOGI
A.
Fonem
Fonem adalah
kesatuan bunyi yang terkecil dan system bunyi-bunyi bahasa yang dapat berfungsi
sebagai pembeda makna. Dan fonem juga adalah merupakan objek kajian dalam ilmu
fonemik.
a.
Identifikasi Fonem
Untuk
mengetahui apakah sebuah bunyi fonem atau bukan, kita harus mencari sebuah
satuan bahasa biasanya sebuah kata, yang mengandung bunyi , lalu
membandingkannya dengan satuan kata yang lain yang mirip dengan satuan bahasa
yang pertama. Kalau ternyata kedua satuan bahasa itu mempunyai makna
yangberbeda maka dapat kita simpulkan bahwasannya bunyi tersebut adalahfonem.,
karena dia bisa atau berfungsi membedakan makna kedua satuan bahasa tersebut.
Misalnya, dalam bahasa Indonesia, kata ”tajam“ dengan “talam”. Keduanya
memiliki kemiripan bunyi bahkan jumlah bunyinya sama (lima bunyi).” Ternyata
perbedaannya hanya pada bunyi “J” dan “L”. maka dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa bunyi “J” dan “L” dalam bahasa Indonesia adalah fonem, karena
berfungsi dalam membedakan makna . dalam bahasa arab juga ditemukan adanya
fonem, misalnya pada “dhanun” dengan “dzanun” yang mempunyai arti berbeda yaitu
“dosa-dosa” dan ‘bulu ketiak”.
b.
Klasifikasi Fonem
Dalam kajian
fonologi, fonem dapat diklasifikasikan atas dua bagian , yaitu: fonem segmental
dan fonem supra segmental. Adapun yang di maksud dengan fonem segmental adalah
vocal dan konsonan dalam fonologi ataupun fonem-fonem yang berupa bunyi yang
didapat sebagai hasil segmentasi terhadap arus ujaran. Dan yang di maksud
dengan suprasegmental adalah jalinan atau susunan bunyi yang dapat membedakan
arti suatu kata dengan kata yang lain . sedangkan yang dimaksud dengan segmen
adalah satuan bahasa yang diabstraksikan dari suatu teks, misalnya fon atau
fonem sebagai suatu bunyi, morf atau morfem sebagai satuan gramatikal. Fon
adalah bunyi bahasa pada umumnya tanpa memperhatikan apakah bunyi tersebut
mempunyai fungsi sebagi pembeda makna atau tidak.
c.
Perubahan fonem
- Asimilasi dan disimilasi
Asimilasi
adalah peristiwa berubahnya sebuah bunyi menjadi bunyi yang lain sebagai akibat
dari bunyi yang ada dilingkungannya. Contohnya bunyi (p) berubah menjadi
bunyi(b). proses asimilasi menyebabkan dua bunyi yang berbeda menjadi sama,
sedangkan proses disimilasi perubahan itu menyebabkan dua buah fonem yang sama
menjadi berlainan. Contoh: kata cipta dan cinta berasal dari bahasa sansekerta
citta.
- Netralisasi dan arkifonem
Adanya bunyi
t pada posisi akhir kata yang dieja hard adalah hasil netralisasi, sedangkan
fonem d pada kata hard yang bisa berwujud t atau d dalam peristilahan
linguistic disebut arkifonem.
- Umlaut, ablaut, dan harmoni vocal
Umlaut
peruhan vocal menjadi lebih tinggi sebagai akibat dari vocal yang berikutnya
tinggi. Ablaut adalah perubahan vocal yang kita temukan dalam bahasa Indonesia
jerman untuk menandai berbagai fungsi gramatikal. Harmoni vocal adalah
keselarasan vocal.
- Kontraksi
Percakapan
yang cepat dalam situasi informal penutur menyingkat ujarannya. Contoh :tidak
tahu – n dak tahu.
- Metatesis dan epentesis
Proses
metatesis bukan mengubah bentuk fonem menjadi fonem yang lain. Melainkan
mengubah urutan fonem yang terdapat dalam suatu kata. Contoh: kata sapu, usap,
apus, suap, dll. Proses epentesis biasanya yang homorgan dengan lingkungannya,
disisipkan kedalam sebuah kata. Contoh : ada sampi di samping sapi.
A.
MANFAAT FONOLOGI DALAM PENYUSUNAN BAHASA
Ejaan adalah
peraturan penggambaran atau pelambangan bunyi ujar suatu bahasa. karena bunyi –
bunyi ujar adalah dua unsur, yaitu segmental dan suprasegmental, ejaan pun
menggambarkan atau melambangkan kedua unsur bunyi tersebut.
Perlambangan
unsur segmental bunyi ujar tidak hanya bagaimana melambangkan bunyi- bunyi ujar
dalam bentuk kata, frase, klausa, dan kalimat, bagaimana memenggal suku kata,
bagaimana menuliskan singkatan, nama orang, lambing-lambang teknis, keilmuan
dan sebagainya. Perlambangan unsur suprasegmental bunyi ujar menyangkut
bagaimana melambangkan tekanan, nada, durasi, jeda, dan intonasi. Perlambangan
unsur suprasegmental ini di kenal dengan istilah tanda baca atau pungtuasi.
Tata cara
penulisan bunyi ujar ini bisa memanfaatkan hasil kajian fonologi, terutama
hasil kajian fonemik terhadap bahasa yang bersangkutan. Oleh karena itu, hasil
kajian fonemik terhadap ejaaan suatu bahasa disebut ejaan fonemis.
PROSEDUR ANALISIS FONEM
PROSEDUR
ANALISIS FONEM
Prosedur yang dilakukan para linguis dalam
analisis fonem:
1.Mencatat korpus data
setepat mungkin dalam transkripsi fonetis
Korpus
data ini bisa dari ucapan kata-kata terpisah dari penutur asli bahasa yang
diteliti,percakapan sehari-hari,cerita –cerita pribadi.
Contoh:1)[#pa+pan#] papan
2)[#ra+tap#] ratap
3)[#pi+kir#] fikir
4)[#pa+pa+ya#] pepaya
2.Mencatat bunyi yang ada
dalam korpus data ke dalam peta bunyi.
Depan
|
Tengah
|
Belakang
|
|
Tinggi
|
I
|
U
|
|
Agak Tinggi
|
I
|
Ә
|
|
Agak Rendah
|
ԑ
|
O
|
|
Rendah
|
A
|
3.Memasangkan bunyi-bunyi
yang dicurigai karena mempunyai kesamaan fonetis.
Bunyi-bunyi dikatakan mempunyai kesamaan fonetis apabila
bunyi-bunyi tersebut terdapat pada lajur sama,kolam sama atau pada lajur dan
kolam yang sama.
Contoh:1)[p]-[p’]
2)[p]-[b]
3)[t]-[t’]
4.Mencatat bunyi-bunyi
selebihnya karena tidak mempunyai kesamaaan fonetis.
Bunyi-bunyi
yang tidak mempunyai kesamaan fonetis adalah bunyi[s],[c]dan [h].
5. Mencatat bunyi-bunyi
yang berdistribusi komplementer.
Berdasarkan korpus di atas,pasangan bunyi
yang berdistribusi komplementer adalah[p]dan[p’]
[p]
[p’]
1.[#pa+pan#] ‘papan’
2.[#ra+tap’#] ‘ratap’
3.[#pi+kir] ‘fikir’
4.[#kә+lap+kә+lip’#] ‘kelap-kelip
5.[#pa+pa+ya#] ‘pepaya’
6.[#kԑ+cap’#]’kecap’
6.Mencatat bunyi-bunyi yang
bervariasi bebas.
[p]
[p]
Golongan 1
Golongan 2
Golongan 2
1)[#pa+pan#] ‘papan’ 3)[#pi+kir#] 2)[#fi+kir#]
7.Mencatat bunyi-bunyi yang
berkontras dalam lingkungan yang sama(identis).
Contoh:[#kԑcap’#] ‘kecap’
[#ki+cap’#] ‘kicap’
8.Mencatat bunyi-bunyi yang
berkontras dalam lingkungan yang mirip(analogis).
Contoh:[#pa+sar#]
[#bә+sar#]
9.Mencatat bunyi-bunyi yang
berubah karena lingkungan.
Contoh:[k]:Plosif,velar
mati
[k]Plosif ,palatal mati
[#kә+lap’+kә+lip’#]
[#pi+kir#]’fikir’
[#ku+ku#]’kuku’ [#fi+kir#]
‘fkir
10.Mencatat bunyi-bunyi
dalam inventori fonetis dan fonemis,condong menyebar secara simetris.
Contoh:[#ra+tap#]’ratap’
[#kO+ta#]’kota’
11.Mencatat bunyi-bunyi
yang berfluktuasi.
Contoh:[#pa+pa+ya#]
[#pә+pa+ya#]
12.Mencatat bunyi-bunyi
selebihnya sebagai fonem tersendiri.
Contoh:[s],[c],[h].Bunyi-bunyi
tersebut dianggap sebagai fonem tersendiri,yaitu/s/,/c/,/h/.
Subscribe to:
Posts (Atom)